SEMAKIN BANYAK YANG TERSESAT DI BLOG INI SEMAKIN BAGUS!

Rabu, 16 Februari 2011

Cerpen Cinta ( Dinda, Aster Itu Ungu...)

Malam itu Dinda hanya bisa menangis di sudut kamarnya, setelah tadi siang ia mencuri dengar pembicaraan Ibunya dan dokter Hari bahwa Dinda tidak boleh lagi berlari bahkan melakukan olahraga apapun, padahal Dinda begitu mencintai olahraga terutama dalam bidang atletik. Dinda tak menyangka sakit kepala yang selalu ia rasakan setahun yang lalu merupakan tanda dan gejala penyakit kanker otak, sudah setahun belakangan ini Dinda harus terus melakukan pengobatan dan check up ke rumah sakit demi kelangsungan hidupnya.
            Esok harinya di Sekolah, pada waktu jam istirahat Dinda mendengar suara keras dari dalam toilet siswa cowok, dengan cepat ia membuka pintu toilet, seketika Dinda terkejut melihat empat siswa cowok yang tengah mengeroyok siswa cowok baru teman sekelasnya.
            “Heiiii…!!! kalian pada ngapain sih, berhenti gak…!!!” teriak Dinda pada empat anak cowok yang masih menendangi perut anak baru tersebut. “Kalo kalian gak berhenti, aku panggil Kepala Sekolah sekarang…!!!” ucap Dinda kesal, bergegas empat anak cowok tersebut pergi meninggalkan Dinda dan anak baru itu.
            “Nama kamu Arda kan, kamu gak papa …???” Dinda mengulurkan tangannya untuk membantu cowok itu berdiri, terlihat cowok itu mengerang sambil memegangi perutnya yang kesakitan. “Gue gak butuh bantuan lo, udah pergi sana…” Arda menepis uluran tangan Dinda dengan keras. Kontan Dinda terkejut, baru kali ini orang yang mau membantu malah dikasarin sama orang yang mau dibantu.
“Kamu bule yah, rambut kamu aneh…kecil-kecil udah ubanan, hihihi…” ucap Dinda seraya duduk di samping Arda.
            “Sialan lo, ini pirang bukan uban…!! iya gue keturunan, emang kenapa…??? Lo juga mau mukulin gue kayak mereka karena gue beda…!” jawab Arda sinis. “Duuhhh…galak amat sih, cakep-cakep sensitif…, lagipula emang semua orang itu beda kan, beda itu unik…, karena itulah Tuhan menciptakan pelangi agar kita sadar bahwa perbedaan itu indah, kayak warna pelangi, ya kan…?” jelas Dinda “Eh kalo mau ceramah di masjid tuh, gue lagi gak butuh ceramah…” ucap Arda sinis.
“Ya sorry…, kamu udah punya cewek ??, kamu mau gak jadi pacar ku ??, aku cewek setia lho dan aku juga lumayan terkenal di SMU ini, Dinda Si Atlit Lari Tercepat…!” jawab Dinda bangga. “Lo bercanda…, lo nembak gue ??? lo tuh cewek bukan sih, kok pe-de banget nembak cowok duluan, pasti keturunan dari bokap lo, narsis…” jawab Arda kesal.
“Gak tahu juga yah, soalnya Ayah ku udah meninggal waktu umurku 3 tahun…” jelas Dinda menerawang.
“Oh…..”. jawab Arda singkat. “Kamu gak minta maaf sama aku karena udah nanyain Ayahku….???”. ucap Dinda.
“Ke…kenapa gue harus minta maaf…???, lagipula gue harap ortu gue meninggal daripada harus ngeliat perceraian mereka...” Jawab Arda gemetaran. “Iya juga sih, kenapa kamu harus minta maaf ya…?, tapi itukan udah semestinya setiap orang yang nanyain orang yang udah meninggal harus minta maaf….” jelas Dinda. Sekian detik kemudian Dinda melanjutkan ucapannya.
“Pantas kamu sensi…, tapi aku kira ortu kamu juga gak mau ada perceraian tapi mungkin mereka punya pertimbangan dan alasan lain hingga harus bercerai, aku harap kamu gak serius mau ortu kamu tiada, kamu bisa ngomong gitu karena kamu belum pernah merasakan kehilangan seseorang yang kamu sayangin, kalau aku jadi kamu aku akan sangat bersyukur karena masih  mempunyai ortu yang masih lengkap…, ya udah deh gak usah dipikirin, yuk aku anterin ke UKS…” ajak Dinda setengah memaksa.
Setelah kejadian di toilet itu, Dinda menjadi semakin dekat dengan Arda, ya walaupun Arda masih tetap cuek terhadapnya tapi Dinda pantang menyerah, perlahan Dinda membantu Arda menjadi pribadi yang lebih baik, Arda yang tadinya pendiam dan pemurung di kelas menjadi lebih murah senyum, seperti hari ini saja Dinda mengajak Arda bergabung makan di kantin dengan teman-teman cowok Dinda di klub lari.
Sudah 2 hari ini Arda tidak masuk sekolah sepertinya karena Ayah dan Ibunya yang sepakat masih ingin tetap bercerai, jadi Arda merasa bahwa kedua orang tuanya tidak mau memperdulikan bagaimana perasaannya.
Disaat Dinda dan anak-anak lain yang baru mau pulang keluar dari gerbang sekolah, mereka terkejut melihat Arda berdiri di tengah jalan, padahal mobil sedang melaju dengan derasnya mendekati Arda, dengan cepat Dinda mendorong tubuh Arda ke pinggir jalan karena kalau Dinda terlambat sedikit saja mungkin sekian detik kemudian tubuh Arda sudah tertabrak mobil yang melintas.
“Kamu mau mati ya Ar…??? kenapa Ar???!!!”. Teriak Dinda. Sementara siswa lain hanya bisa terdiam melihat Arda yang hampir bunuh diri. “Gue mau mati atau gak, itu bukan urusan lo..!!!, lagipula  gak ada satu orang pun yang perduli kalo gue mati, jadi untuk apa Gue Hiduppp…!!!” teriak Arda kesal. Seketika Dinda menampar Arda dengan keras sementara Arda hanya bisa terdiam menerima tamparan dari Dinda.
            “Aku jelasin ya Ar, kalo kamu mati bukannya menyelesaikan masalah tapi kamu cuma buat sedih orang-orang sekitar kamu, Ortu, saudara, temen kamu bahkan AKU Ar…hiks…hiks…” tak terasa air mata Dinda jatuh dengan derasnya, ia tak habis pikir Arda dengan mudahnya ingin bunuh diri sementara ia berusaha keras berjuang untuk tetap hidup di dunia ini demi Ibunya dan cita-citanya.
            “Lo tuh gak tahu masalah gue…!!! Ortu gue tuh gak perduli dan gak anggap gue ada…!!!” amuk Arda. “Itu hanya perasaan kamu kan Ar, coba sebutin ke aku di mananya Ortu kamu yang gak perduli???”. tanya Dinda pada Arda yang hanya terdiam mematung di pinggir jalan.
“Ortu kamu bercerai bukan alasan untuk bunuh diri, Tuhan gak akan ngasih kita masalah melebihi kemampuan kita Ar, semua masalah pasti bisa diselesaikan…, aku benci sama kamu, masih banyak orang di luar sana yang mau hidup panjang demi orang yang dia cintai…! sementara kamu Ar, kamu tuh hanya seorang cowok egois yang selalu pesimis…!!!” teriak Dinda seraya menangis, dengan cepat Dinda berlari meninggalkan Arda di pinggir trotoar.
            Keesokan harinya Arda ingin meminta maaf pada Dinda karena perkataan kasarnya kemarin, tapi yang ada Dinda tidak masuk ke sekolah hari ini.
            “Eh…lo tahu gak Dinda gak masuk kenapa…???”tanya Arda pada Nia, teman sebangku Dinda. “Oh hari ini Dinda kan mau check up ke rumah sakit.” jawab Nia. “Check up…??? memang Dinda sakit…???”. tanya Arda bingung.
            “Lo gak tau yah, Dinda kan mengidap kanker otak, semua siswa-siswi di SMU ini juga pada tahu kali, jadi setiap 3 kali sebulan Dinda harus check up ke RS, mungkin karena lo anak baru aja jadi gak tahu…”.jelas Nia, seketika Arda terkejut mendengar penjelasan dari Nia, ia gak menyangka kalo Dinda mengidap penyakit yang mematikan, pantas Dinda benci banget ngeliat Arda yang mau bunuh diri.
            Sudah dua minggu ini Dinda tidak masuk sekolah, timbul kekhawatiran di hati Arda, jangan-jangan Dinda sakit parah atau…? banyak pertanyaan memenuhi otaknya, padahal ia belum sempat mengucapkan terima kasih pada Dinda karena sudah menyadarkan ia bahwa masih banyak yang perduli padanya, orang tua, saudara bahkan teman-temannya. Sekarang komunikasi Arda dengan orang tuanya jauh lebih baik dari sebelumnya, Arda sudah mempunyai banyak teman dan Arda juga ikut ekskul basket di SMU nya sekarang, itu semua berkat Dinda.
            “DuaRR…!!!”.  Tiba-tiba Dinda muncul di hadapan Arda dan membuyarkan lamunannya. “Dinda…???, lo udah sembuh…?” tanya Arda panik.
“Ngomong apaan sih, ya iyalah…”jawab Dinda semangat. Seketika Arda terdiam melihat Dinda. “Oh aku tahu, kamu udah tahu penyakit aku dari anak-anak kan, udah gak usah ngeliatin aku kayak gitu, kamu kasihan ya liat aku…???” tanya Dinda iseng.
            “Ge-er ngapain kasihan sama lo, lagipula gue gak perduli lo mau sakit apa…” jawab Arda kelabakan, padahal di dalam hatinya Arda sangat mengkhawatirkan Dinda. “Bener juga sih, emang kamu siapa aku, hehehe…, yuk ke luar…!!” Dinda menarik tangan Arda keluar kelas dan mengajaknya ke halaman sekolah.
            “Din.., gue mau bilang makasih karena lo udah menyelamatkan hidup gue…, sekali lagi makasih…”ucap Arda tersipu.  “Oh its okay, Ehm..Ar, lo mau gak nemenin gue hari minggu nanti naik bianglala…?” pinta Dinda serius.
“Lo serius mau naik bianglala, Eh lo tuh udah gede masih aja mau naik bianglala, naik roler coaster baru seru…”. jawab Arda.
“Kamu tau Ar, aku punya 2 impian, impian pertama, aku pengen jadi pelari tercepat di dunia dan yang kedua aku pengen banget bisa memandang kota Jakarta dari atas dengan naik bianglala sama seseorang yang aku sayangi, karena impian ku yang pertama gak akan mungkin terwujud aku ingin impian ku yang kedua bisa jadi kenyataan…”. jelas Dinda dengan tatapan kosong, tiba-tiba jantung Arda berdetak sangat kencang setelah mendengar ucapan Dinda.
            “Elo gak pernah nyerah ya, kan gue udah bilang gak suka sama lo, kenapa elo masih terus bermimpi…” jawab Arda.
            “Pff…, kamu lucu Ar. Setiap orang itu harus punya mimpi karena dari mimpi kita jadi punya cita-cita, dengan mimpi juga kita jadi berusaha untuk mewujudkannya dan dengan mimpi kita jadi sadar bahwa hidup kita itu banyak yang harus kita perjuangkan…” ucap Dinda menggebu-gebu. “Dan yang terpenting hari minggu nanti kamu harus mau nemenin aku naik bianglala!!”. ajak Dinda setengah memaksa.
            “Itu namanya pemaksaan, gak ah gue gak mau, lagipula hari minggu nanti gue ada latihan basket...”. balas Arda.
            “Huh payah, kamu gak adil Ar…, gak mau ngasih kesempatan buat aku. Gimana kalau kita taruhan…? Kamu liat bunga aster yang masih kuncup ini kan...”. ucap Dinda sambil menunjuk bunga aster di halaman depan sekolah kepada Arda.
            “Yap, kenapa? “. ucap Arda.
            “Aku berani bertaruh, kalau bunga aster itu mekar dan berwarna putih artinya kamu harus mau nemenin aku naik bianglala dan kalau bunga aster itu mekar berwarna ungu, kamu boleh gak nemenin aku dan aku juga gak akan ganggu hidup kamu lagi, gimana…??”.tanya Dinda. “Elo serius…? Emang lo bisa ngelupain gue…??.” tanya Arda gemetaran.
            “Ehm…mungkin aku gak bisa ngelupain kamu tapi aku juga sadar bahwa cinta dan rasa suka itu gak bisa dipaksakan dan aku juga sudah puas bisa mengenal kamu selama ini, makasih ya Ar…, kamu udah jadi bagian dari cerita hidupku. Eh… tapi kamu jangan seneng dulu karena aku masih yakin bunga aster itu bakalan mekar dan berwarna PUTIH…!!!. teriak Dinda seru.
            Sabtu pagi ini Arda bergegas berangkat sekolah lebih awal, ia ingin melihat warna bunga aster di halaman depan sekolah yang Ia dan Dinda jadikan sebagai bahan taruhan mereka, Arda terkejut melihat bunga aster itu, warna bunga aster itu bukan putih melainkan ungu, apakah itu artinya Dinda tidak bisa dekat dengannya lagi…?, Perlahan Arda masuk ke dalam kelas XI IPA 2 sambil membawa bunga aster berwarna ungu tadi, Ia sudah siap apabila Dinda tidak mau melihatnya lagi, tapi yang ada di dalam kelas ia melihat teman-teman sekelasnya menangis seraya mengucapkan nama Dinda. “Kenapa Ri…??? Kenapa semua anak pada nangis…???!!!”. tanya Arda bingung kepada Ari.
            “Dinda…, Dinda udah pergi Ar, kata Ibunya…Dinda mengalami perdarahan pada otaknya, Dinda meninggal di perjalanan ke rumah sakit Ar…”. jelas Ari dengan raut kesedihan. Arda terdiam mendengar ucapan dari Ari, pikiran Arda kosong… ia masih tidak percaya bahwa Dinda sudah pergi, padahal ia dan Dinda baru saja berjanji untuk naik bianglala berdua, kenapa Dinda begitu cepat meninggalkannya di saat Arda mulai menyadari bahwa ia juga menyukai Dinda.
            Siang ini Arda, teman-teman Dinda dan Guru-guru melayat ke rumah Dinda, terlihat Ibu Dinda yang menangis meratapi tubuh Dinda yang sudah terbujur kaku di pembaringan.
            “Bunga aster ini ungu Din…, tapi gue gak perduli warnanya putih, ungu bahkan hitam sekalipun, yang jelas gue mau Din naik bianglala berdua sama kamu melihat kota Jakarta dari atas…” ucap Arda seraya meletakkan bunga aster di atas tubuh Dinda yang dingin. “Kamu Arda…???”. Tanya Ibu Dinda, sekian detik kemudian Arda mengangguk, seketika itu Ibu Dinda menyerahkan selembar surat ke tangan Arda.
            “Itu surat dari Dinda…, ia juga bilang memang bunga aster itu sejak pertama kali berbunga warnanya sudah ungu dan Dinda bilang, kamu udah berhasil dikerjainya…, tapi tante tidak mengerti apa yang dikatakannya…”. jelas Ibu Dinda terisak. “Makasih tante…”. jawab Arda singkat.
            Hari Minggu ini Arda naik bianglala sendiri tanpa bisa ditemani Dinda, tapi Arda yakin Dinda ada di sini menemaninya menyaksikan pemandangan kota Jakarta dari atas bersamanya, perlahan Arda membuka dan membaca surat dari Dinda.
‘Dear Arda…, maaf ya sebelumnya.. karena aku udah ngerjain kamu soal bunga aster itu, aku cuma mau kamu sadar bahwa gak semua yang kamu inginkan itu bisa kamu dapat, seperti keinginan kamu agar ortu kamu kembali rujuk… bukankah lebih baik berpisah daripada keduanya harus saling menyakiti…? dan aku juga mau bilang terima kasih sudah ada di kehidupanku, dengan adanya kamu aku jadi bisa ngerasain gimana rasanya jatuh cinta, tertawa, sedih, bahagia dan menangis…aku harap kamu akan selalu mengingatku setiap kali melihat bunga aster itu mekar..
lovely : Dinda 
“Makasih Din, makasih atas semuanya, bukan aku Din yang ngajarin kamu tapi kamu yang udah ngajarin aku tentang cinta, persahabatan, rasa sedih dan bahagia, makasih Din…” ucap Arda seraya menutup kembali surat Dinda dan mungkin akan dibacanya kembali suatu saat nanti.

2 komentar:

  1. gila!!! ,, air mata guwa jadi netes nih ,,, dalem bgt nih ceritanya ,,,gw sngt mnyukai cerpen ini

    BalasHapus
  2. Sedih banget sih, gua sampe nangis.

    BalasHapus